Akhirnya, selalu ketemu oyek

images

Habib Sholeh Bin Mukhsin Alhamid Tanggul

Oyek atau yik atau dalam bahasa Arab Sayyid yang berarti jujungan atau semacamnya. Saya tidak berani membahas seluk beluk oyek ini karena saya tidak punya ilmunya, sebaliknya, saya ingin menyampaikan uneg-uneg saya dengan oyek ini.

Kemarin, saya berangkat dari Malang menggunakan transportasi umum dan saya pun mencoba salah satu fasilitas layanan taksi online, sebut saja GRAB, saya memilih yang GRAB CAR karena lebih cepat layanannya. Pertama, saya mengerutkan wajah karena pelat dari mobil itu L, sedangkan Malang seharusnya N. Peduli setan, pikir saya.

Saya pun disapa oleh sang sopir dan saya naik seperti biasa. Saya pun langsung meminta sang sopir untuk langsung melaju ke lokasi. Tanpa saya perhatikan jalan di depan, sang sopir ini ternyata mengambil jalan yang tak biasa saya lalui. Saya biarkan saja, mungkin saja dia benar, dan sebagai penumpang yang baik, semuanya harus terserah sang sopir.

Ah, sial! Jalan yang dilalui ternyata ditutup dan alhasil kami pun terjebak dalam kemacetan. Sang sopir pun berulang kali meminta maaf dan beristighfar. Batin saya, ini sopir kok aneh banget ya. Dia seperti merasa bersalah. Suasana di dalam mobil pun ada yang janggal. Saya pun berusaha mencairkan suasana. Saya bilang kepada supir tadi, “Mas, putar balik saja mengikuti jalan biasa. Biasanya saja lewat Jagung Suprapto, sampai pertigaan masjid Sabilillah itu, lalu belok kanan dan lurus saja sampai patung pesawat SUHAT. Nanti, saya nambah berapa tidak mengapa.”

Saya pun langsung balik ke layar hape saya, umek hape. Perjalanan pun diulang, kami sampai di Jagung Suprapto. Saya yang seharusnya sampai ruko sekitar seperempat jam an, jadi sampai ruko sekitar 1 jam setengah, gara-gara macet tadi. Ah! Jalan pun tetap macet, tapi tidak kesasar seperti tadi. Saya pun akhirnya bertanya, “Mas, jenengan ini asli mana?”

“Saya asli jember, pak. Saya baru dua hari di sini. Saya ditempatkan di Malang untuk 5 hari ke depan.”, jawabnya. Saya pun maklum dan dia pun balik bertanya, “Jenengan asli mana, Pak?” “Saya Pasuruan, mas,” jawab saya. Dia pun balik menanyakan di daerah Pasuruan mana tepatnya dan akhirnya berlanjut ke pertanyaan-pertanyaan dan sampailah pada jawabannya yang menarik.

Dia bercerita pernah mondok di Habib Taufiq selama 5 tahun. Saya pun iseng bertanya, di mananya dan dia bisa menjawab pertanyaan saya dengan lengkap dan benar. Dia pun sama penasarannya dengan saya. Dia menanyakan satu hal, saya jawab dengan beberapa jawaban singkat. Saya ceritakan kepada dia bahwa saya biasanya sowan ke mertuanya Habib Taufiq, saya sebut nama beliau beserta ciri-ciri dan rumah beliau. Ah, sungguh saya rasa ini bukan kebetulan. Mungkin ini yang namanya jodoh.

Kami pun sampai di lokasi dan tahu apa yang terjadi? Dia tidak mau dibayar! Lah nek ngene aku kan yo gak penak. Ini pasti gara-gara saya cerita sering sowan ke rumahnya Habib Hasan dan beliau pun pernah ke rumah saya. Saya tetap memaksa bayar dan dia terus menolak. Saya pun tidak kehabisan akal. Saya berdiri sejenak dan saya sampaikan. “Yik, kalau jenengan tidak mau menerima tidak apa-apa, tapi terimalah uang ini sebagai penghormatan saya kepada guru-guru sampeyan.” Dia pun langsung kena skak mat dan terpaksa menerima uang dari saya, saya pun minta didoakan oleh dia.

Terus terang, saya mengerti soal oyek atau sayyid atau habib ini semenjak tinggal di Pasuruan. Padahal, dulu sekali, saya sering tidur-tiduran di ruangannya oyek, dipinjami komputer, dikasih makan, dan lain-lain. Kalau oyek yang ini berasal dari Yaman, marganya Khan dan ya begitulah, saat saya kuliah dulu.

Semoga kita semua bisa memuliakan dzurriyah Nabi Muhammad SAW.

Leave a comment